Berita

/

Artikel

/

Gizi Tak Memandang Beda: Menelisik Praktik MBG untuk Disabilitas di NTT

Gizi Tak Memandang Beda: Menelisik Praktik MBG untuk Disabilitas di NTT

Artikel 5 Mei 2025

picture-Gizi Tak Memandang Beda: Menelisik Praktik MBG untuk Disabilitas di NTT

Di sebuah sudut Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, suasana di SLB Pembina kini terasa berbeda. Sejak awal Mei 2025, aroma makanan hangat dan gelak tawa riang menghiasi setiap sudut sekolah, menyambut para siswa jelang jam istirahat. Di antara anak-anak istimewa itu, dengan mata berbinar dan senyum yang penuh harapan, terhidang sesuatu lebih dari sekadar makan siang. Ini adalah harapan baru, harapan yang tak memandang perbedaan. Sebuah langkah kecil yang membuka pintu-pintu kebaikan yang tak ternilai.

Sebanyak 114 anak dengan kebutuhan khusus kini menjadi bagian dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru dimulai di NTT. Mereka bukan sekadar penerima manfaat, tetapi jiwa-jiwa istimewa yang selama ini mungkin sering terlupakan. Pada bulan Mei yang baru lalu, untuk pertama kalinya, tangan kecil mereka menyentuh piring yang berisi makanan bergizi, bukan sekadar untuk mengisi perut, tetapi untuk memberi kekuatan baru dalam perjalanan hidup mereka.

Di SLB Pembina, perbedaan mereka dihargai, dan kebutuhan mereka dipenuhi dengan cara yang lebih manusiawi. Tidak semua anak di sini bisa makan dengan sendirinya. Beberapa membutuhkan pendampingan ekstra. Di sinilah pendekatan one on one hadir sebagai solusi. Setiap anak mendapatkan perhatian penuh, didampingi oleh seorang guru, orang tua, atau relawan yang siap membantu. Mereka bukan hanya memberi makan, tetapi juga mengajarkan cara makan yang baik, mendukung, dan memberi semangat.

Florencio Mario Vieira, seorang Tenaga Ahli dari Badan Gizi Nasional, menceritakan pengalamannya saat memantau distribusi MBG di SLB Pembina. “Hari ini, saya mengunjungi satu lokasi distribusi di Kupang. Yang menarik, salah satu penerima manfaat adalah SLB Pembina dengan total 114 murid. Mereka menggunakan metode one on one. Setiap anak didampingi atau disuapi oleh orang tua atau guru mereka,” kenangnya dengan senyum hangat pada Senin, 5 Mei 2025.

Metode one on one ini bertujuan memastikan setiap anak dapat menikmati MBG dengan sebaik-baiknya. Penerapannya pun disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak. Misalnya, bagi anak dengan gangguan motorik halus, potongan makanan kecil dan alat makan khusus membantu mereka makan dengan lebih mudah. Untuk anak dengan gangguan pendengaran, tampilan makanan yang menarik dan simbol atau deskripsi visual menjadi panduan untuk membantu mereka memahami pilihan makanan yang ada.

Dan hasilnya? Anak-anak tidak hanya makan, mereka menyelesaikan makanannya dengan penuh semangat. “Syukur, mereka menghabiskan makanan di piring mereka,” ujar Florencio, tulus. Sebuah pencapaian kecil yang sebenarnya adalah kemenangan besar, karena bukan hanya soal makanan, tetapi tentang memberi mereka rasa memiliki, tentang memberi mereka hak yang selama ini sering diabaikan.

Program MBG di SLB Pembina ini bukanlah sebuah inisiatif yang berdiri sendiri. MBG untuk SLB Pembina disuplai oleh SPPG Dapur Sehat Kelapa Lima 3, salah satu dari 21 dapur layanan gizi aktif di 18 kabupaten/kota NTT. Hingga 5 Mei 2025, tercatat ada 62.289 penerima manfaat dari program MBG di seluruh wilayah tersebut.

Dari kisah ini, anak-anak di SLB Pembina mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga: bahwa gizi tak memandang bulu. Gizi adalah hak setiap anak, tanpa terkecuali. Program ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjunjung tinggi inklusivitas, sebuah langkah nyata yang menghubungkan perhatian dengan tindakan. MBG bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang cinta—cinta untuk anak-anak yang mungkin belum bisa berkata-kata, tetapi bisa merasakan kasih sayang melalui setiap suapan.

Lewat SLB Pembina, kita diajak untuk percaya bahwa inklusi bukan sekadar janji, tetapi langkah nyata yang bisa dimulai dari satu suapan, satu anak, satu hari.

Biro Hukum dan Humas
Badan Gizi Nasional

Hubungi Kami